Jumat, 28 Desember 2012

Sang Kancil dengan Buaya


Sang Kancil dengan Buaya 

Pada zaman dahulu, Sang Kancil adalah binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang-binatang di dalam hutan, ia tidak menunjukkan sikap yang sombong, malah bersedia membantu kapan saja.

Suatu hari, Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurang, Sang Kancil mencari makanan di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari itu sangat panas, Sang Kancil merasa kehausan karena terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Akhirnya, kancil menemukan sebuah sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa berpikir panjang, Sang Kancil minum sepuasnya. Segarnya air sungai tersebut telah menghilangkan rasa haus Sang Kancil. Kancil terus berjalan menyusuri tebing sungai. Apabila merasa cape, ia beristirahat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rindang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata di dalam hatinya "Aku harus bersabar jika ingin mendapat makanan yang lezat-lezat". Setelah rasa capenya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai sambil memakan dedaunan yang ada di sekitarnya. 

Ketika tiba di satu kawasan yang agak luas, Sang Kancil memandang kebun buah-buahan yang sedang masak dan ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" pikir Sang Kancil. Sang Kancil terus berpikir mencari akal bagaimana cara menyeberangi sungai yang sangat dalam dan deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kancil melihat Sang Buaya yang
sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas suka berjemur untuk mendapatkan cahaya matahari.Tanpa membuang waktu lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Buaya, apa kabar hari ini?" Buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari membuka mata dan melihat sang kancil yang menegurnya tadi "Kabar baik sahabatku Kancil," sambung buaya lagi. "Apa yang menyebabkan kamu datang ke mari?" Sang Kancil menjawab, "Aku membawa kabar gembira untukmu." Mendengar kata-kata Sang Kancil, Sang Buaya tidak sabar ingin mendengar kabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata, "Ceritakan kepadaku kabar gembira itu!" Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang ada di sungai ini karena Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua." Mendengar nama Raja Sulaiman disebutkan, buaya mempercayai berita dari sang Kancil karena Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah, yaitu memahami bahasa binatang. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun ke dasar sungai untuk memanggil semua kawanku," kata Sang Buaya. Sementara itu, Sang Kancil sudah
berangan-angan menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai
berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata ,"Hai buaya sekalian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua karena Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini." Kata kancil lagi, "Berbarislah kalian dari tebing sebelah sini hingga tebing sebelah sana."

Karena perintah tersebut datangnya dari Nabi Sulaiman, semua buaya segera berbaris tanpa membantah. Buaya tadi berkata,"Sekarang hitunglah, kami sudah siap". Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga …" sambil mengetuk kepala buaya. Akhirnya, sampailah kancil di seberang sungai. 

Ketika sampai ditebing sungai, kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak gembira dan berkata," Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahwa aku telah menipu kalian semua. Sebenarnya tidak
ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman." Mendengar kata-kata Sang Kancil, semua buaya marah dan merasa malu karena mereka telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah tidak akan melepaskan Kancil apabila bertemu di kemudian hari. Dendam buaya tersebut terus membara sampai hari ini. Sementara itu, Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-buaya sampai menghilang di kebun buah dan menikmati buah-buahan yang sudah masak dan ranum itu. 

Sumber: Sapari, Nia Kurniati. 2008. Kompetensi Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar